BAB
I
A. Latar Belakang Munculnya Good
Corporate Governance (GCG)
Mulai populernya istilah “tata
kelola perusahaan yang baik” atau yang lebih dikenal dengan istilah asing good corporate governance (GCG) tidak
dapat dilepaskan dari maraknya skandal perusahaan yang menimpa
perusahaan-perusahaan besar, baik yang ada di Indonesia maupun yang ada di
Amerika Serikat.
Runtuhnya system ekonomi komunis
menjelang akhir abad ke-20, menjadikan system ekonomi kapitalis sebagai
satu-satunya system ekonomi yang paling dominan di seluruh dunia. Sistem
ekonomi kapitalis makin kuat mengakar berkat arus globalisasi dan perdagangan
bebas yang mampu dipaksakan oleh Negara-negara maju penganut system ekonomi
kapitalis. Ciri utama system ekonomi kapitalis adalah kegiatan bisnis dan
kepemilikan perusahaan dikuasai oleh individu-individu/ sector swasta. Dalam
perjalanannya, beberapa perusahaan akan muncul sebagai perusahaan-perusahaan
swasta raksasa yang bahkan aktivitas dan kekuasaannya telah melibihi
batas-batas suatuPalik dan pengelola kelompok
perusahaan-perusahaan raksasa ini bahkan mampu mempengaruhi dan mengarahkan
berbagai kebijakan yang diambil oleh para pemimpin politik suatu Negara untuk
kepentingan kelompok perusahaan mereka dengan kekuatan uangnya.
Sebagiman dikatakan oleh Joel bajan
(2002), perusahaan (korporasi) saat ini telah berkembang dari sesuatu yang
relative tidak tidak jelas menjadi institusi ekonomi dunia yang amat dominan.
Kekuatan dan pengaruh perusahaan ini sedemikian besarnya sehingga telah
menjelma menjadi “monster raksasa” yang mendikte hampir seluruh hidup kita, mulai dari apa
yang kia pakai, apa yang kita hasilkan dan apa yang kita kerjakan. Itulah
sebabnya, sering kali terjadi pemerintah suatu Negara yang seharusnya menjadi
kekeuatan terakhir sebagai pengawas, penegak hokum, dan pengendali
perusahaan-perusahaan tidak berdaya menghadapi penyimpangan perilaku yang
dilakukan oleh para pelaku bisnis yang berpengaruh tersebut.
Sistem perbankan di Indonesia yang pada
akhirnya menimbulkan krisis ekonomi, politik, dan sosial yang sangat
kompleks.Beberapa perusahaan besar di
Indonesia ada yang bermasalah dan bahkan tidak mampu lagi meneruskan kegiatan
usahanya akibat menjalankan praktik tata kelola kerja yang buruk (bad corporate
governance).Contohnya antara lain: bank-bank pemerintah yang telah
dilikuidasi/demerger (Bank Pembangunan Indonesia-Bapindo, Bank Dagang Negara-
BDN, Bank Bumi Daya- BBD, Bank Export Import- Bank Exim); PT Indorayon (Sebuah
pabrik kertas di Sumatra Utara); PT Dirgantara Indonesia (Sebuah pabrik pesawat
terbang yang berkantor pusat di Bandung); dan PT Lapindo Brantas (Sebuah pabrik
eksplorasi minyak dan gas di Sidoarjo,Jawa Timur). Kejatuhan bank pemerintah
pada awal abad ke-21 ini lebih disebabkan oleh kebijakan ekspansi kredit
direksi bank tersebut yang tidak bijaksana (imprudential credit policy). Kredit
diberikan dalam jumlah besar kepada beberapa kelompok usaha besar tanpa melalui
suatu kajian yang cermat dan objektif atas studi kelayakan
mereka.Akibatnya,bank-bank pemerintah tersebut mengalami kesulitan keuangan
karena kelompok usaha besar ini tidak mampu mengembalikan pinjaman dan
bunganya.
Kebangkrutan
PT Indorayon, sebuah perusahaan pabrik kertas yang tergolong besar,lebih
disebabkan oleh tata kelola yang buruk oleh perusahaan tersebut dalam
mengelolah hutan pinus di sekitar danau Toba yang menjadi sumber utama bahan
baku kertas perusahaan ini.Akibat pengelolahan hutan pinus yang buruk itu telah
menimbulkan kerusakan lingkungan htan dan mengganggu system tata air disekitar
danau Toba.Permukaan air danau Toba sempat mengalami penurunan tajam sehingga
memengaruhi penghasilan masyarakat ternak ikan di sekitar danau Toba.Masyarakat
sekitar danau Toba menjadi marah dan mereka menghentikan secara paksa aktivitas
perusahaan di sekitar danau Toba tersebut.Akibatnya,PT Indorayon tidak dapat
beroperasi karena hubungan yang tidak baik dengan masyarakat di sekitar lokasi
pasokan bahan baku.
Hal
yang sama terjadi pada kasus PT Lapindo Brantas. Kecerobohan PT Lapindo Brantas
dalam melakukan eksplorasi minyak dan gas di Sidoarjo bukan saja menimbulkan pencemaran dan
kerusakan lingkungan hidup pada area yang sangat luas,tetapi juga mematikan
sumber pencarian sebagaian besar masyarakat di daerah yang tercemar
tersebut.Hal ini dapat saja menimbulkan potensi tuntutan hukum dari
masyarakat,yang pada gilirannya dapat mengancam keberadaan perusahaan.
Pada
intinya,timbulnya krisis ekonomi di Indonesia ini disebabkan oleh tata kelola
perusahaan yang buruk (bad corporate governance) dan tata kelola pemerintahan
yang buruk pula (bad government governance) sehingga memberi peluang besar
timbulnya praktik-praktik korupsi,kolusi,dan nepotisme (KKN).Hal ini dapat ditunjukan
pada beberapa fakta berikut :
a. Mudahnya
para spekulan mata uang untuk mempermainkan pasar valuta asing karena tidak
adanya alat kendali yang efektif.Sifat para spekulan ini selalu mementing diri
sendiri tanpa peduli kepentingan masyarakat ataupun Negara.
b. Mudahnya
para konglomerat memperoleh dana pinjaman dari perbankan.Hal ini dimungkinkan
karena para konglomerat itu sekaligus juga menjadi pemilik bank-bank swasta
ternama.Melalui rekayasa studi kelayakan dan laporan keuangan, para konglomerat
ini menarik pinjaman dari bank miliknya untuk membiayai proyek-proyek usaha
yang masih berada dalam kelompok usahanya. Para direksi bank ini tidak dapat
bersikap independen karena ditempatkan di bank tersebut oleh para konglomerat
tersebut. Para konglomerat ini banyak yang sekaligus merangkap fungsi sebagai
pemegang saham,komisaris,dan direksi di kelompok usaha mereka.
c. Banyak
direksi di Badan Usaha Milik Negara (BUMN) termasuk di bank-bank pemerintah
juga tidak independen. Dalam mengambil berbagai kebijakan selalu ada campur
tangan dari oknum pejabat pemerintahan,Hal ini tidak mengherankan karena para
direksi ini sering kali merupakan kepanjang tangan kepentingan kelompok oknum
pejabat tertentu.Kalaupun mereka bersifat professional,mereka sering mendapat
tekanan oknum pejabat.
d. Para
komisaris di BUMN sering kali bukan orang yang professional, melainkan
oknum-oknum birokrasi yang telah memasuki usia pension. Mereka ditempatkan
bukan karena kemampuan dan pengalaman mereka dalam mengelola perusahaan,tetapi
lebih karena sekedar balas jasa setelah memasuki usia pension.
e. Banyaknya
profesi yang terkait dengan kegiatan bisnis ini- seperti: akuntan
publik,perusahaan penilai,konsultan keuangan,dan sebagainya- yang mudah diajak bekerja sama untuk
merekayasa laporan audit,laporan keuangan,dan laporan penilaian harta (asset)
perusahaan untuk berbagai keperluan-
seperti: tender,aplikasi kredit bank,penerbitan saham di bursa,dan
sebagainya.
f. Pada
saat timbul krisis moneter,Bank Indonesia mengucurkan dana berupa bantuan
likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang mencapai triliunan rupiah kepada sector
perbankan nasional dalam upaya membantu perbankan agar tidak ambruk akibat
penarikan dana nasabah secara besar-besaran. Namun itikad baik BI ini banyak
disalahgunakan oleh pemilik bank dengan memindahkan dana ini ke rekening
pribadinya dan membiarkan bank mereka sendiri tetap ambruk. Kalaupun para pemilik
bank ini mempunyai itikad baik,merka tidak mampu lagi untuk mengembalikan dana
BLBI tersebut.Sampai saat ini belum ada penyelesaian tuntas tentang kasus BLBI
ini.
B.
PENGERTIAN
GCG
Walaupun istilah GCG dewasa ini sudah sangat
popular,namun sampai saat ini belum ada definisi baku yang dapat disepakati
oleh semua pihak. Istilah “corporate governance” pertama kali diperkenalkan
oleh Cadbury Committee,Inggris di tahun 1922 yang menggunakan istilah tersebut
dalam laporannya yang kemudian dikenal sebagai Cadbury Report (dalam Sukrisno
Agoes,2006). Istilah ini sekarang menjadi sangat popular dan diberi banyak
definisi oleh berbagai pihak.DIbawah ini diberikan beberapa definisi dari
beerapa sumber yang dapat dijadikan acuan.
1. Cadbury
Committee of United Kingdom:
“A
set of rules that define the relationship between
shareholders,managers,creditors,the government,employees,and other internal and
external stakeholders in respect to their right and responsibilities,or the
system by which companies are directed and controlled.”
[“Seperangkat
peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham,pengurus(pengelola)
perusahaan,pihak kreditur,pemerintah,karyawan,serta para pemegang kepentingan
internal dan eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban
mereka; atau dengan kata lain suatu sistem yang mengarahkan dan mengendalikan
perusahaan.”]
2. Forum
of Corporate Governance in Indonesia – FCGI (2006) – tidak membuat definsi
tersendiri tetapi mengambil definisi dari Cadbury Committee of United
Kingdom,yang kalau diterjemahkan adalah: “ ….. seperangkat peraturan yang
mengatur hubungan antara pemegang saham,pengurus (pengelola) perusahaan,pihak
kreditur,pemerintah,karyawan,serta para pemegangan kepentingan internal dan
eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka; atau
dengan kata lain suatu sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan.”
3. Sukrisno
Agoes(2006) mendefinisikan tata kelola perusahaan yang baik sebagai suatu
sistem yang mengatur hubungan peran Dewan Komisaris,peran Direksi,pemegang
saham,dan pemangku kepentingan lainnya.Tata kelola perusahaan yang baik juga
disebut sebagai suatu proses yang transparan atas penentuan tujuan
perusahaan,pencapaiannya,dan penilaian kinerjanya.
4. Organization
for Economic Coorperation and Development – OECD (dalam tjager dkk.,2004) –
mendefinsikan GCG sebagai: “The structure through which
shareholders,directors,managers,set of the board objectives of the company,the
means of attaining those objectives and monitoring performance.” [“Suatu
struktur yang terdiri atas para pemegang saham,direktur,manajer,seperangkat
tujuan yang ingin dicapai perusahaan,dan alat-alat yang digunakan dalam
mencapai tujuan dan memantau kinerja.”]
5. Wahyudi
Prakasa (dalam Sukrino Agoes,2006) mendefinsikan GCG sebagai : “….. mekanisme
administrative yang mengatur hubungan-hubungan antara manajemen
perusahaan,komisaris,direksi,pemegang saham,dan kelompok-kelompok kepentingan
(stakeholders) yang lain. Hubungan-hubungan ini dimanifestasikan dalam bentuk
berbagai aturan permainan dan sistem insentif sebagai kerangka kerja
(framework) yang diperlukan untuk mencapai tujuan-tujuan perusahaan dan
cara-cara pencapaian tujuan-tujuan serta pemantauan kinerja yang dihasilkan.”
Jadi Good
governance dapat diartikan sebagai kepemerintahan yang baik atau
penyelenggaraan pemerintahaan yang bersih dan efektif, sesuai dengan peraturan
dan ketentuan yang berlaku. Pemerintahan mencakup ruang lingkup yang luas,
termasuk bidang politik, ekonomi dan sosial mulai dari proses perumusan
kebijakan dan pengmbilan keputusan hingga pelaksanaan dan pengawasan. Political governance mengacu pada proses
pembuat kebijakan. Economic governance mengacu
pada proses pembuatan keputusan di bidang ekonomi guna meningkatkan
kesejahteraan, pemerataan, penurunan kemiskinan dan peningkatan kualitas hidup.
Administrative governance berarti,
bahwa penyelenggara setiap bidang dan tahapan pemerintahan harus dilakukan
dengan bersih, efisien, dan efektif.
Dalam bahasa
sederhana, governance berarti proses pengambilan keputusan dan proses
pelaksanaan atau implementasinya. Secara umum dapat dikatakan, bahwa good governance adalah penyelenggaraan
pemerintahan berdasarkan prinsip : partisipasi maksimal dari semua pemangku
kepentingan (stackholder), hukum da
aturan (rule of law), transparansi, responsivitas, orientasi consensus, keadilan
dan kewajaran, efisiensi dan efektivitas, akuntabilitas dan visi strategis.
C.
Konsep GCG.
Wadah
|
Organisasi
(perusahaan, sosial, pemerintahan)
|
Model
|
Suatu
sistem, proses, dan seperangkat peraturan, termasuk prinsip-prinsip, serta
nilai-nilai yang melandasi praktik bsnis yang sehat.
|
Tujuan
|
-
Meningkatkan
kinerja organisasi
-
Menciptakan
nilai tambah bagi semua pemangku kepentingan
-
Mencegah
dan mengurangi manipulasi serta kesalahan yang signifikan dalam pengelolaan
organisasi
-
Meningkatkan
upaya agar para pemangku kepentingan tidak dirugikan
|
Mekanisme
|
Mengatur
dan mempertegas kembali hubungann, peran, wewenang, dan tanggung jawab :
-
Dalam
arti sempit : antar pemilik/ pemegang saham, dewan komisaris, dan dewan
direksi.
-
Dalam
arti luas : antar seluruh pemangku kepentingan.
|
D.
Prinsip
– prinsip GCG
Penggunaan prinsip good governance dalam dunia usaha disebut Good Corporate Governance (GCG). Dengan kata lain, bahwa dunia
usaha harus juga membangun dan memelihara prinsip-prinsip good corporate governance yaitu : partisipasi, hukum dan aturan,
transparasi, respontative, orientasi konsesus, keadilan dan kewajarana,
efisiensi dan efektivitas, akuntabilitas dan visi strategis.
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, konsep CGC
memperjelas dan mempertegas mekanisme hubungan antar para pemangku kepentingan
di dalam organisasi. The Organization for
Economic Cooperation and Development (OECD) juga telah menciptakan
prinsip-prinsip good corporate governance
dengan harapan dapat dipergunakan sebagai bahan acuan internasional (internasional benchmark) bagi para
perusahaan Negara, investor, perusahaan dan para stackeholder perusahaan (termasuk pemegang saham, baik
Negara-negara anggota OECD maupun bagi Negara non-anggota. Harapan OECD
menyajikan bahan acuan internasional tersebut telah membawa hasil. Pada tahun
2004 Donald J.Johson, OECD Secretary
General mengutarakan, sejak beberapa tahun terakhir para pengusaha,
pemerintahan dan madyarakat bisnis di banyak Negara mulai menyadari bahwa good corporate governance dapat
memberikan kontribusi yang signifikan terhadap stabilitas perkembangan pasar
modal, iklim investasi dan pertumbuhan ekonomi.
Prinsip-prinsip
governance yang diterbitkan OECD itu mencakup hal-hal berikut :
1. Landasan hukum yang diperlukan untuk menjamin penerapan good corporate governance secara efektif (ensuring the basis for an effective corporate governance framework); menurut OECD apabila pemerintah suatu negara menginginkan prinsip-prinsip good corporate governance diterapkan secara efektif dinegaranya, mereka wajib membangun landasan hukum yang memungkinkan hal itu terjadi. Tanpa landasan hukum yang kuat salah satu tujuan utama good corporate governance, yaitu melindungi hak dan kepentingan para pemegang saham dan stakeholders yang lain sulit dilaksanakan. Landasan hukum tersebut antara lain berupa penciptaan (a) Undang-undang tentang perseroan terbatas (corporate laws), (b) Undang-undang perburuhan, (c) Undang-undang tentang kredit perbankan, (d) Ketentuan tentang standar akuntansi keuangan dan standar audit, (e) Syarat dan prosedur pendaftaran saham perusahaan di bursa efek.
OECD menyarankan dalam menyusun undang-undang atau ketentuan hukum lain yang bersangkutan dengan penerapam prinsip good corporate governance, pemerintah hendaknya melakukan komunikasi dan konsultasi dengan perusahan-perusahaan lokal. Di samping itu pemerintah negara yang menerapkan prinsip-prinsip good corporate governace disarankan memonitor penerapan prinsip-prinsip tersebut di dunia bisnis negaranya.
2. Hak pemegang saham dan fungsi pokok kepemilikan perusahaan (the rights of shareholders and key ownership function); para pemegang saham mempunyai hak-hak tertentu. OECD menyarankan hak-hak tersebut dilindungi, baik secara hukum maupun oleh masing-masing perusahaan.
3. Perlakuan yang adil terhadap para pemegang saham (the equiptable treatment of shareholders); perusahaan wajib menjamin perlakuan yang adil terhadap semua pemegang saham perusahaan, termasuk pemegang saham minoritas dan pemegang saham asing. Pemegang jenis saham yang sama (misalnya saham biasa) wajib mendapat jaminan memperoleh pelakuan yang sama. Dalam kaitannya dengan perlakuan adil itu sebelum menjadi saham yang diperdagangkan di bursa efek, setiap investor berhak mendapatkan informasi tentang hak dan perlindungan terhadap saham yang akan mereka beli.
4. Peranan the stakeholders dalam corporate govarnance (the role of stakeholders in corporate governance); OECD juga menyarankan adanya perlindungan hak dan kepentingan para anggota the stakeholders non pemegang saham. Hal itu disebabkan karena keberhasilan operasi bisnis perusahaan ditentukan oleh hasil kerjasama para anggota stakeholders, termasuk para pemegang saham, karyawan, kreditur pelanggan, dan para pemasok layanan jasa, baha baku, dan bahan pembantu.
5. Prinsip pengungkapan informasi secara transparan (disclosure and transparency); Prinsip good corporate governance lain yang disosialisasikan OECD kepada negara-negara anggota dan negara-negara non-anggota adalah pengungkapan informasi perusahaan secara transparan. Menurut OECD Board of Directors perusahaan wajib melaporkan kepada pemegang saham secara akurat, transparan dan tepat waktu, hal-hal yang bersangkutan dengan kondisi keuangan, perubahan kepemilikan, kinerja bisnis dan hal-hal penting lainnya yang dapat mempengaruhi kelangsungan hidup perusahaan.
6. Tanggung jawab Dewan Pengurus (the responsibilities of the Board); Tanggung jwab dewan pengurus, organisasi dewan pengurus atau Board of Directors di banyak negara terdiri dari dua lapis. Di Indonesia lapis pertama disebut dewan komisaris, sedangkan lapis kedua disebut direksi, lapis pertama Board of Directors berfungsi sebagai pengarah dan pengawas jalannya operasi bisnis perusahaan dan kinerja direksi. Sedeangkan fungsi utama lapis keduaBoard of Directors adalah mengelola harta, utang dan kegiatan bisnis perusahaan sehari-hari. Board of Directors bertanggung jawab atas kepatuhan perusahaan yang mereka kelola terhadapa undang-undang atau ketentuan hukum yang berlaku, termasuk undang-undang perpajakan, perburuhan, persaingan, perkreditan, lingkungan hidup secara lebih rinci fungsi dan tanggung jawab Board of Directors dalam kerangka corporate governance.
4. Peranan the stakeholders dalam corporate govarnance (the role of stakeholders in corporate governance); OECD juga menyarankan adanya perlindungan hak dan kepentingan para anggota the stakeholders non pemegang saham. Hal itu disebabkan karena keberhasilan operasi bisnis perusahaan ditentukan oleh hasil kerjasama para anggota stakeholders, termasuk para pemegang saham, karyawan, kreditur pelanggan, dan para pemasok layanan jasa, baha baku, dan bahan pembantu.
5. Prinsip pengungkapan informasi secara transparan (disclosure and transparency); Prinsip good corporate governance lain yang disosialisasikan OECD kepada negara-negara anggota dan negara-negara non-anggota adalah pengungkapan informasi perusahaan secara transparan. Menurut OECD Board of Directors perusahaan wajib melaporkan kepada pemegang saham secara akurat, transparan dan tepat waktu, hal-hal yang bersangkutan dengan kondisi keuangan, perubahan kepemilikan, kinerja bisnis dan hal-hal penting lainnya yang dapat mempengaruhi kelangsungan hidup perusahaan.
6. Tanggung jawab Dewan Pengurus (the responsibilities of the Board); Tanggung jwab dewan pengurus, organisasi dewan pengurus atau Board of Directors di banyak negara terdiri dari dua lapis. Di Indonesia lapis pertama disebut dewan komisaris, sedangkan lapis kedua disebut direksi, lapis pertama Board of Directors berfungsi sebagai pengarah dan pengawas jalannya operasi bisnis perusahaan dan kinerja direksi. Sedeangkan fungsi utama lapis keduaBoard of Directors adalah mengelola harta, utang dan kegiatan bisnis perusahaan sehari-hari. Board of Directors bertanggung jawab atas kepatuhan perusahaan yang mereka kelola terhadapa undang-undang atau ketentuan hukum yang berlaku, termasuk undang-undang perpajakan, perburuhan, persaingan, perkreditan, lingkungan hidup secara lebih rinci fungsi dan tanggung jawab Board of Directors dalam kerangka corporate governance.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar