TUGAS MAKALAH
ETIKA BISNIS
GOOD CORPORATE GOVERNANCE
DISUSUN OLEH :
NADYA RACHMANITA ADHA
11.07.0182
EKONOMI MANAJEMEN
DAFTAR ISI
·
KATA PENGANTAR
·
BAB
I LATAR BELAKANG GCG (GOOD CORPORATE
GOVERNANCE)
·
BAB
II
ü PENGERTIAN GCG
ü KONSEP
GCG.
ü PRINSIP-PRINSIP GCG
ü TUJUAN
GCG
ü MANFAAT
GCG
ü ORGAN
KHUSUS DALAM PENERAPAN GCG
·
BAB III CONTOH KASUS
·
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
·
DAFTAR PUSTAKA
KATA PENGANTAR
Puji syukur
kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah, Taufik dan
Hinayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah dengan judul “Good
Corporate Governance” menurut saya dibuat dalam bentuk maupun isinya yang
sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu
acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca.
Harapan saya semoga makalah ini membantu menambah
pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki
bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Makalah ini saya akui masih banyak kekurangan
karena pengalaman yang saya miliki sangat kurang. Oleh kerena itu saya harapkan
kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun
untuk kesempurnaan makalah ini.
Jakarta, 01 Juni 2015
Penyusun
BAB
I
A. Latar Belakang Munculnya Good
Corporate Governance (GCG)
Mulai populernya istilah “tata
kelola perusahaan yang baik” atau yang lebih dikenal dengan istilah asing good corporate governance (GCG) tidak
dapat dilepaskan dari maraknya skandal perusahaan yang menimpa
perusahaan-perusahaan besar, baik yang ada di Indonesia maupun yang ada di
Amerika Serikat.
Runtuhnya system ekonomi komunis
menjelang akhir abad ke-20, menjadikan system ekonomi kapitalis sebagai
satu-satunya system ekonomi yang paling dominan di seluruh dunia. System
ekonomi kapitalis makin kuat mengakar berkat arus globalisasi dan perdagangan
bebas yang mampu dipaksakan oleh Negara-negara maju penganut system ekonomi
kapitalis. Ciri utama system ekonomi kapitalis adalah kegiatan bisnis dan
kepemilikan perusahaan dikuasai oleh individu-individu/ sector swasta. Dalam
perjalanannya, beberapa perusahaan akan muncul sebagai perusahaan-perusahaan
swasta raksasa yang bahkan aktivitas dan kekuasaannya telah melibihi
batas-batas suatu Negara. Para pemilik dan pengelola kelompok
perusahaan-perusahaan raksasa ini bahkan mampu mempengaruhi dan mengarahkan
berbagai kebijakan yang diambil oleh para pemimpin politik suatu Negara untuk
kepentingan kelompok perusahaan mereka dengan kekuatan uangnya.
Sebagiman dikatakan oleh Joel bajan
(2002), perusahaan (korporasi) saat ini telah berkembang dari sesuatu yang
relative tidak tidak jelas menjadi institusi ekonomi dunia yang amat dominan.
Kekuatan dan pengaruh perusahaan ini sedemikian besarnya sehingga telah
menjelma menjadi “monster raksasa” yang mendikte hampir seluruh hidup kita, mulai dari apa
yang kia pakai, apa yang kita hasilkan dan apa yang kita kerjakan. Itulah
sebabnya, sering kali terjadi pemerintah suatu Negara yang seharusnya menjadi
kekeuatan terakhir sebagai pengawas, penegak hokum, dan pengendali perusahaan-perusahaan
tidak berdaya menghadapi penyimpangan perilaku yang dilakukan oleh para pelaku
bisnis yang berpengaruh tersebut.
Sistem perbankan di Indonesia yang pada
akhirnya menimbulkan krisis ekonomi, politik, dan sosial yang sangat
kompleks.Beberapa perusahaan besar di
Indonesia ada yang bermasalah dan bahkan tidak mampu lagi meneruskan kegiatan
usahanya akibat menjalankan praktik tata kelola kerja yang buruk (bad corporate
governance).Contohnya antara lain: bank-bank pemerintah yang telah
dilikuidasi/demerger (Bank Pembangunan Indonesia-Bapindo, Bank Dagang Negara-
BDN, Bank Bumi Daya- BBD, Bank Export Import- Bank Exim); PT Indorayon (Sebuah
pabrik kertas di Sumatra Utara); PT Dirgantara Indonesia (Sebuah pabrik pesawat
terbang yang berkantor pusat di Bandung); dan PT Lapindo Brantas (Sebuah pabrik
eksplorasi minyak dan gas di Sidoarjo,Jawa Timur). Kejatuhan bank pemerintah
pada awal abad ke-21 ini lebih disebabkan oleh kebijakan ekspansi kredit
direksi bank tersebut yang tidak bijaksana (imprudential credit policy). Kredit
diberikan dalam jumlah besar kepada beberapa kelompok usaha besar tanpa melalui
suatu kajian yang cermat dan objektif atas studi kelayakan
mereka.Akibatnya,bank-bank pemerintah tersebut mengalami kesulitan keuangan
karena kelompok usaha besar ini tidak mampu mengembalikan pinjaman dan
bunganya.
Kebangkrutan
PT Indorayon, sebuah perusahaan pabrik kertas yang tergolong besar,lebih
disebabkan oleh tata kelola yang buruk oleh perusahaan tersebut dalam
mengelolah hutan pinus di sekitar danau Toba yang menjadi sumber utama bahan
baku kertas perusahaan ini.Akibat pengelolahan hutan pinus yang buruk itu telah
menimbulkan kerusakan lingkungan htan dan mengganggu system tata air disekitar
danau Toba.Permukaan air danau Toba sempat mengalami penurunan tajam sehingga
memengaruhi penghasilan masyarakat ternak ikan di sekitar danau Toba.Masyarakat
sekitar danau Toba menjadi marah dan mereka menghentikan secara paksa aktivitas
perusahaan di sekitar danau Toba tersebut.Akibatnya,PT Indorayon tidak dapat beroperasi
karena hubungan yang tidak baik dengan masyarakat di sekitar lokasi pasokan
bahan baku.
Hal
yang sama terjadi pada kasus PT Lapindo Brantas. Kecerobohan PT Lapindo Brantas
dalam melakukan eksplorasi minyak dan gas di Sidoarjo bukan saja menimbulkan pencemaran dan
kerusakan lingkungan hidup pada area yang sangat luas,tetapi juga mematikan
sumber pencarian sebagaian besar masyarakat di daerah yang tercemar
tersebut.Hal ini dapat saja menimbulkan potensi tuntutan hukum dari
masyarakat,yang pada gilirannya dapat mengancam keberadaan perusahaan.
Pada
intinya,timbulnya krisis ekonomi di Indonesia ini disebabkan oleh tata kelola
perusahaan yang buruk (bad corporate governance) dan tata kelola pemerintahan
yang buruk pula (bad government governance) sehingga memberi peluang besar
timbulnya praktik-praktik korupsi,kolusi,dan nepotisme (KKN).Hal ini dapat
ditunjukan pada beberapa fakta berikut :
a. Mudahnya
para spekulan mata uang untuk mempermainkan pasar valuta asing karena tidak
adanya alat kendali yang efektif.Sifat para spekulan ini selalu mementing diri
sendiri tanpa peduli kepentingan masyarakat ataupun Negara.
b. Mudahnya
para konglomerat memperoleh dana pinjaman dari perbankan.Hal ini dimungkinkan
karena para konglomerat itu sekaligus juga menjadi pemilik bank-bank swasta
ternama.Melalui rekayasa studi kelayakan dan laporan keuangan, para konglomerat
ini menarik pinjaman dari bank miliknya untuk membiayai proyek-proyek usaha
yang masih berada dalam kelompok usahanya. Para direksi bank ini tidak dapat
bersikap independen karena ditempatkan di bank tersebut oleh para konglomerat
tersebut. Para konglomerat ini banyak yang sekaligus merangkap fungsi sebagai
pemegang saham,komisaris,dan direksi di kelompok usaha mereka.
c. Banyak
direksi di Badan Usaha Milik Negara (BUMN) termasuk di bank-bank pemerintah
juga tidak independen. Dalam mengambil berbagai kebijakan selalu ada campur
tangan dari oknum pejabat pemerintahan,Hal ini tidak mengherankan karena para
direksi ini sering kali merupakan kepanjang tangan kepentingan kelompok oknum
pejabat tertentu.Kalaupun mereka bersifat professional,mereka sering mendapat
tekanan oknum pejabat.
d. Para
komisaris di BUMN sering kali bukan orang yang professional, melainkan
oknum-oknum birokrasi yang telah memasuki usia pension. Mereka ditempatkan
bukan karena kemampuan dan pengalaman mereka dalam mengelola perusahaan,tetapi
lebih karena sekedar balas jasa setelah memasuki usia pension.
e. Banyaknya
profesi yang terkait dengan kegiatan bisnis ini- seperti: akuntan
publik,perusahaan penilai,konsultan keuangan,dan sebagainya- yang mudah diajak bekerja sama untuk
merekayasa laporan audit,laporan keuangan,dan laporan penilaian harta (asset)
perusahaan untuk berbagai keperluan-
seperti: tender,aplikasi kredit bank,penerbitan saham di bursa,dan
sebagainya.
f. Pada
saat timbul krisis moneter,Bank Indonesia mengucurkan dana berupa bantuan
likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang mencapai triliunan rupiah kepada sector
perbankan nasional dalam upaya membantu perbankan agar tidak ambruk akibat
penarikan dana nasabah secara besar-besaran. Namun itikad baik BI ini banyak
disalahgunakan oleh pemilik bank dengan memindahkan dana ini ke rekening
pribadinya dan membiarkan bank mereka sendiri tetap ambruk. Kalaupun para
pemilik bank ini mempunyai itikad baik,merka tidak mampu lagi untuk
mengembalikan dana BLBI tersebut.Sampai saat ini belum ada penyelesaian tuntas
tentang kasus BLBI ini.
BAB II
B.
PENGERTIAN
GCG
Walaupun istilah GCG dewasa ini sudah sangat
popular,namun sampai saat ini belum ada definisi baku yang dapat disepakati
oleh semua pihak. Istilah “corporate governance” pertama kali diperkenalkan
oleh Cadbury Committee,Inggris di tahun 1922 yang menggunakan istilah tersebut
dalam laporannya yang kemudian dikenal sebagai Cadbury Report (dalam Sukrisno
Agoes,2006). Istilah ini sekarang menjadi sangat popular dan diberi banyak
definisi oleh berbagai pihak.DIbawah ini diberikan beberapa definisi dari
beerapa sumber yang dapat dijadikan acuan.
1. Cadbury
Committee of United Kingdom:
“A set of rules that define the relationship
between shareholders, managers, creditors, the government, employees, and other
internal and external stakeholders in respect to their right and responsibilities,or
the system by which companies are directed and controlled.”
[“Seperangkat
peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham,pengurus perusahaan,pihak
kreditur, pemerintah,karyawan,serta para pemegang kepentingan internal dan
eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka; atau
dengan kata lain suatu sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan.”]
2. Forum
of Corporate Governance in Indonesia – FCGI (2006) – tidak membuat definsi
tersendiri tetapi mengambil definisi dari Cadbury Committee of United
Kingdom,yang kalau diterjemahkan adalah: “ ….. seperangkat peraturan yang
mengatur hubungan antara pemegang saham,pengurus perusahaan,pihak
kreditur,pemerintah,karyawan,serta para pemegangan kepentingan internal dan
eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka; atau
dengan kata lain suatu sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan.”
3. Sukrisno
Agoes (2006) mendefinisikan tata kelola perusahaan yang baik sebagai suatu
sistem yang mengatur hubungan peran Dewan Komisaris, peran Direksi, pemegang
saham, dan pemangku kepentingan lainnya. Tata kelola perusahaan yang baik juga
disebut sebagai suatu proses transparan atas penentuan tujuan
perusahaan,pencapaiannya, dan penilaian kinerjanya.
4. Organization for Economic
Coorperation and Development – OECD (dalam tjager
dkk.,2004) – mendefinsikan GCG sebagai: “The structure through which
shareholders,directors,managers,set of the board objectives of the company,the
means of attaining those objectives and monitoring performance.” [“Suatu
struktur yang terdiri atas para pemegang saham,direktur,manajer,seperangkat
tujuan yang ingin dicapai perusahaan,dan alat-alat yang digunakan dalam
mencapai tujuan dan memantau kinerja.”]
5. Wahyudi
Prakasa (dalam Sukrino Agoes,2006) mendefinsikan GCG sebagai : “….. mekanisme
administrative yang mengatur hubungan-hubungan antara manajemen
perusahaan,komisaris,direksi,pemegang saham,dan kelompok-kelompok kepentingan (stakeholders) yang lain. Hubungan-hubungan
ini dimanifestasikan dalam bentuk berbagai aturan permainan dan sistem insentif
sebagai kerangka kerja (framework)
yang diperlukan untuk mencapai tujuan-tujuan perusahaan dan cara-cara
pencapaian tujuan-tujuan serta pemantauan kinerja yang dihasilkan.”
Jadi Good
governance dapat diartikan sebagai kepemerintahan yang baik atau
penyelenggaraan pemerintahaan yang bersih dan efektif, sesuai dengan peraturan
dan ketentuan yang berlaku. Pemerintahan mencakup ruang lingkup yang luas,
termasuk bidang politik, ekonomi dan sosial mulai dari proses perumusan
kebijakan dan pengmbilan keputusan hingga pelaksanaan dan pengawasan. Political governance mengacu pada proses
pembuat kebijakan. Economic governance mengacu
pada proses pembuatan keputusan di bidang ekonomi guna meningkatkan
kesejahteraan, pemerataan, penurunan kemiskinan dan peningkatan kualitas hidup.
Administrative governance berarti,
bahwa penyelenggara setiap bidang dan tahapan pemerintahan harus dilakukan
dengan bersih, efisien, dan efektif.
Dalam bahasa
sederhana, governance berarti proses pengambilan keputusan dan proses
pelaksanaan atau implementasinya. Secara umum dapat dikatakan, bahwa good governance adalah penyelenggaraan
pemerintahan berdasarkan prinsip : partisipasi maksimal dari semua pemangku
kepentingan (stackholder), hukum da
aturan (rule of law), transparansi, responsivitas, orientasi consensus, keadilan
dan kewajaran, efisiensi dan efektivitas, akuntabilitas dan visi strategis.
C.
KONSEP GCG.
Wadah
|
Organisasi
(perusahaan, sosial, pemerintahan)
|
Model
|
Suatu
sistem, proses, dan seperangkat peraturan, termasuk prinsip-prinsip, serta
nilai-nilai yang melandasi praktik bsnis yang sehat.
|
Tujuan
|
-
Meningkatkan
kinerja organisasi
-
Menciptakan
nilai tambah bagi semua pemangku kepentingan
-
Mencegah
dan mengurangi manipulasi serta kesalahan yang signifikan dalam pengelolaan
organisasi
-
Meningkatkan
upaya agar para pemangku kepentingan tidak dirugikan
|
Mekanisme
|
Mengatur
dan mempertegas kembali hubungann, peran, wewenang, dan tanggung jawab :
-
Dalam
arti sempit : antar pemilik/ pemegang saham, dewan komisaris, dan dewan
direksi.
-
Dalam
arti luas : antar seluruh pemangku kepentingan.
|
D.
PRINSIP-PRINSIP
GCG
Penggunaan prinsip good governance dalam dunia usaha disebut Good Corporate Governance (GCG). Dengan kata lain, bahwa dunia
usaha harus juga membangun dan memelihara prinsip-prinsip good corporate governance yaitu : partisipasi, hukum dan aturan,
transparasi, respontative, orientasi konsesus, keadilan dan kewajarana,
efisiensi dan efektivitas, akuntabilitas dan visi strategis.
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, konsep CGC
memperjelas dan mempertegas mekanisme hubungan antar para pemangku kepentingan
di dalam organisasi. The Organization for
Economic Cooperation and Development (OECD) juga telah menciptakan
prinsip-prinsip good corporate governance
dengan harapan dapat dipergunakan sebagai bahan acuan internasional (internasional benchmark) bagi para
perusahaan Negara, investor, perusahaan dan para stackeholder perusahaan (termasuk pemegang saham, baik
Negara-negara anggota OECD maupun bagi Negara non-anggota. Harapan OECD
menyajikan bahan acuan internasional tersebut telah membawa hasil. Pada tahun
2004 Donald J.Johson, OECD Secretary
General mengutarakan, sejak beberapa tahun terakhir para pengusaha,
pemerintahan dan madyarakat bisnis di banyak Negara mulai menyadari bahwa good corporate governance dapat
memberikan kontribusi yang signifikan terhadap stabilitas perkembangan pasar
modal, iklim investasi dan pertumbuhan ekonomi.
Prinsip-prinsip
governance yang diterbitkan OECD itu mencakup hal-hal berikut :
1.
Landasan
hukum yang diperlukan untuk menjamin penerapan good corporate governance secara
efektif (ensuring the basis for an effective corporate governance framework);
menurut OECD apabila pemerintah suatu negara menginginkan prinsip-prinsip good
corporate governance diterapkan secara efektif dinegaranya, mereka wajib
membangun landasan hukum yang memungkinkan hal itu terjadi. Tanpa landasan
hukum yang kuat salah satu tujuan utama good corporate governance, yaitu
melindungi hak dan kepentingan para pemegang saham dan stakeholders yang lain
sulit dilaksanakan. Landasan hukum tersebut antara lain berupa penciptaan (a)
Undang-undang tentang perseroan terbatas (corporate laws), (b)
Undang-undang perburuhan, (c) Undang-undang tentang kredit perbankan, (d)
Ketentuan tentang standar akuntansi keuangan dan standar audit, (e) Syarat dan
prosedur pendaftaran saham perusahaan di bursa efek.
OECD menyarankan dalam menyusun
undang-undang atau ketentuan hukum lain yang bersangkutan dengan penerapam
prinsip good corporate governance, pemerintah hendaknya melakukan komunikasi
dan konsultasi dengan perusahan-perusahaan lokal. Di samping itu pemerintah
negara yang menerapkan prinsip-prinsip good corporate governace disarankan
memonitor penerapan prinsip-prinsip tersebut di dunia bisnis negaranya.
2.
Hak
pemegang saham dan fungsi pokok kepemilikan perusahaan (the rights of
shareholders and key ownership function); para pemegang saham mempunyai
hak-hak tertentu. OECD menyarankan hak-hak tersebut dilindungi, baik secara
hukum maupun oleh masing-masing perusahaan.
3.
Perlakuan
yang adil terhadap para pemegang saham (the equiptable treatment of
shareholders); perusahaan wajib menjamin perlakuan yang adil terhadap semua
pemegang saham perusahaan, termasuk pemegang saham minoritas dan pemegang saham
asing. Pemegang jenis saham yang sama (misalnya saham biasa) wajib mendapat
jaminan memperoleh pelakuan yang sama. Dalam kaitannya dengan perlakuan adil
itu sebelum menjadi saham yang diperdagangkan di bursa efek, setiap investor
berhak mendapatkan informasi tentang hak dan perlindungan terhadap saham yang
akan mereka beli.
4.
Peranan
the stakeholders dalam corporate govarnance (the role of stakeholders
in corporate governance); OECD juga menyarankan adanya perlindungan hak dan
kepentingan para anggota the stakeholders non pemegang saham. Hal itu
disebabkan karena keberhasilan operasi bisnis perusahaan ditentukan oleh hasil
kerjasama para anggota stakeholders, termasuk para pemegang saham,
karyawan, kreditur pelanggan, dan para pemasok layanan jasa, baha baku, dan
bahan pembantu.
5.
Prinsip
pengungkapan informasi secara transparan (disclosure and transparency);
Prinsip good corporate governance lain yang disosialisasikan OECD kepada
negara-negara anggota dan negara-negara non-anggota adalah pengungkapan
informasi perusahaan secara transparan. Menurut OECD Board of Directors perusahaan
wajib melaporkan kepada pemegang saham secara akurat, transparan dan tepat
waktu, hal-hal yang bersangkutan dengan kondisi keuangan, perubahan
kepemilikan, kinerja bisnis dan hal-hal penting lainnya yang dapat mempengaruhi
kelangsungan hidup perusahaan.
6.
Tanggung
jawab Dewan Pengurus (the responsibilities of the Board); Tanggung jwab
dewan pengurus, organisasi dewan pengurus atau Board of Directors di
banyak negara terdiri dari dua lapis. Di Indonesia lapis pertama disebut dewan
komisaris, sedangkan lapis kedua disebut direksi, lapis pertama Board of Directors berfungsi sebagai
pengarah dan pengawas jalannya operasi bisnis perusahaan dan kinerja direksi.
Sedeangkan fungsi utama lapis kedua Board
of Directors adalah mengelola harta, utang dan kegiatan bisnis perusahaan
sehari-hari. Board of Directors
bertanggung jawab atas kepatuhan perusahaan yang mereka kelola terhadapa
undang-undang atau ketentuan hukum yang berlaku, termasuk undang-undang
perpajakan, perburuhan, persaingan, perkreditan, lingkungan hidup secara lebih
rinci fungsi dan tanggung jawab Board of Directors dalam kerangka corporate
governance.
Adapun prinsip Corporate governance yang
diterbitkan oleh OECD dalam hubungannya dengan tata kelola Badan Usaha Milik
Negara (BUMN), Menteri Negara BUMN juga mengeluarkan keputusan Nomor
Kep-117/M-MBU/2002 tentang Penerapan GCG (Tjager dkk., 2003). Ada lima prinsip
menurut keputusan ini, yaitu :
a) Kewajaran (fairness)
b) Tranparansi
c) Akuntabilitas
d) Pertanggungjawaban
e) Kemandirian
Tranparansi
berarti keterbukaan dalam proses pengambilan keputusan dalam mengemukakan
informasi mengenai perusahaan.
Kemandirian berarti pengelolaan perusahaan secara prosfesional sesuai dengan
peraturan perundang-undangan tanpa benturan kepentingan dan tekanan dari pihak
lain. Akuntabilitas berarti memberikan pelaporan pertanggungjawaban pelaksanaan
tugas secara periodic, termasuk mengenai penggunaan dan sumber-sumber dana. Kewajaran
(fairness) berarti keadilan dan
kesetaraan dalam memenuhi hak-hak masing-masing stakeholders sesuai kontribusi
yang diberikan kepada perusahaan, serta perjanjian dengan perundang-undangan yang
berlaku.
Dengan kriteria tersebut, penerapan
GCG di lingkungan BUMN diharapkan dapat mencapai tujuan perusahaan :
a) Memaksimalkan nilai BUMN;
b) Mendorong pengelolaan BUMN secara professional;
c) Mendrong proses pengambilan
keputusan berlandakan nilai moral yang tinggi, kepatuhan atas peraturan perundang-undangan
yang berlaku, pertanggungjawaban social kepada semua stakeholders, dan
kelestarian lingkungan hidup;
d) Meningkatkan kontribusi BUMN dalam
perekonomian nasional;
e) Meningkatkan investasi nasional;
f) Mensukseskan program privatisasi.
E. TUJUAN
GCG
GCG bukanlah seata-mata persoalan
membentuk organ-organ perusahaan seperti komisaris independen dan komite audit,
tapt GCG adalah sebagaimana menciptakan pengelolaan perusahaan yang professional
melalui penerapan system akunting dan keuangan yang memenuhi standar serta
bagaimana manajemen dilengkapi dengan system teknologi informasi yang mendukung
operasional perusahaan.
Good corporate
governance mempunyai 5 tujuan utama yaitu :
a) Melindungi hak dan kepentingan
pemegang saham;
b) Melindungi hak dan kepentingan stakeholders lainnya;
c) Meningkatkan nilai saham dan
perusahaan;
d) Meningkatkan kinerja Dewan Komisaris
dan Manajemen;
e) Meningkatkan mutu hubungan Dewan
Komisaris dan Manajemen.
Semua kegiatan dalam rangka
pencapaian tujuan diselEnggarakan dengan sIstem pengendalian internal yang
mencakup :
a) Pengendalian terstruktur terrdiri
atas :
1. Intergritas, nilai etika dan
kompetensi karyawan
2. Filosofi dan gaya manajemen
3. Keseimbangan tanggung jawab dan
kewenangan
4. Pengembangan sumberdaya manusiwa
5. Arahan dari direksi
b) Pengkajian dan pengelolaan resiko Usaha;
c) Pengendalian menyeluruh di setiap
unit, aspek dan tingkatan;
d) Ketaatan pada peraturan dalam
pelaksanaan, pelaporan dan pertanggungjawaban;
e) System monitoring dengan dukungan
audit internal.
F. MANFAAT
GCG
Sebagaimana telah dikemukakan
sebelumnya, tujuan penerapan GCG adalah untuk meningkatkan kinerja organisasi
serta mencegah atau memperkecil peluang praktik manipulasi dan kesalahan
signifikan dalam pengelolaan kegiatan organisasi. Tjager dkk (2003) mengatakan
bahwa paling tidak ada lima alasa mengapa penerapan GCG itu bermanfaat, yaitu :
1. Berdasarkan survey yang dilakukan
oleh McKinsey&Company menunjukan bahwa para investor institusional lebih
menaruh kepercayaan terhadap perusahaan-perusahaan di Asia yang telah
menerapkan GCG.
2. Berdasarkan berbagai analisis,
ternyata ada indikasi keterkaitan antara terjadinya krisis finansial dan krisis
berkepanjangan di Asia dengan lemahnya tata kelola perusahaan.
3. Internasioanlisasi pasar termasuk
liberalisasi pasar finansial dan pasar modal menuntut perusahaan untuk menerapkan
GCG.
4. Kalaupun GCG bukan obat mujarab
untuk keluar dari krisis, system ini dapat menjadi dasar bagi berkembangnya system
nilai baru yang lebih sesuai dengan lanskap bisnis yang kini telah banyak
berubah.
5. Secara teoretis, praktik GCG dapat meningkatkan
nilai perusahaan.
Indra Surya dan Ivan yustiavandana
(2007) mengatakan bahwa tujuan dan manfaat dari penerapan GCG adalah :
1. Memudahkan askes terhadap investasi domestic
maupun asing
2. Mendapatkan biaya modal (cost of capital) yang lebih murah
3. Memberikan keputusan yang lebih baik
dalam meningkatkan kinerja ekonomi perusahaan
4. Meningkatkan keyakinan dan
kepercayaan dari para pemangku kepentingan terhadap perusahaan
5. Melindungi direksi dan komisaris
dari tuntunan hukum.
G. ORGAN
KHUSUS DALAM PENERAPAN GCG
Meskipun ketentuan mengenai organ
perseroan telah diatur dalam undang-undang perseroan terbatas Nomor 40 Tahun
2007 dan selanjutnya dituangkan kembali di dalam anggaran dasar perseroan,
namun dalam praktiknya organ ini belum mampu menjamin terselenggaranya tata
kelola perusahaan yang sehat. Hal ini karena sifat undang-undang mengatur
ketentuan-ketentuan secara garis besar saja sehingga ada ketentuan-ketentuan
dalam undang-undang yang memerlukan petunjuk pelaksanaan (juklak) atau petunjuk
teknis (juknis) lebih lanjut dalam bentuk peraturan dan pedoman yang
dil\keluarkan pleh instansi pemerintah yang berwenang serta institusi atau
organisasi prosfesi terkait.
Indra
Surya dan Ivan Yustiavananda (2006) meneyebutkan paling tidak diperlukan organ
tambahan untuk melengkapi penerapan GCG, yaitu :
· Komisaris dan Direktur Independen
Komisaris dan direktur independen
ialah seseorang yang ditunjuk untuk mewakili pemegang saham independen
(pemegang saham minoritas). Sebagaiman diatur dalam undang-undang perseroan \,
anggota Direksi dan Komisaris diangkat dan diberhentikan oleh RUPS, sedangkan
keputusan yang diambil dalam RUPS didasarkan atas perbandingan jumlah suara
para pemegang saham.
· Komite Audit
Undang-undang Perseroan Terbatas
Pasal 121 memungkinkan Dewan Komisaris untuk membentuk komite tertentu yang
dianggap perlu untuk membantu tugas pengwasan yang diperlukan. Salah satu
komite tambahan yang kini banyak muncul untuk membantu fungsi Dewan komisaris
adalah Komite Audit. Munculnya Komite Audit ini barang kali disebabkan oleh
kecenderungan makin meningkatnya berbagai skandal penyelewengan dan kelalaian
yang dilakukan oleh para direktur dan komisaris perusahaan besar baik yang
terjadi di AS maupun Indonesia yang menandakan kurang memadainya fungsi pengawasan.
Sebagaimana
dinyatakan oleh Hasnati (dalam Indra Surya dan Ivan Yustiavanadana,2006),
tugas, tanggung jawab, dan wewenang Komite Audit adalah membantu Dewan
Komisaris, antara lain :
1. Mendorong terbentuknya struktur
pengendalian intern yang memadai (prinsip tanggung jawab);
2. Meningkatkan kualitas keterbukaan
dan laporan keuangan (prinsip transparasi);
3. Mengkaji ruang lingkup dan
ketepat audit eksternal, kewajaran biaya audit ekternal, serta kemandirian dan
objektivitas audit eksternal (prinsip akuntabilitas);
4. Mempersiapkan surat uraian tugas
dan tanggung jawab komite audit selama tahun buku yang sedang diperiksa
eksternal audit (prinsip tanggung jawab).
·
Sekretaris
Perusahaan
Jabatan sekretaris perusahaan
menempati posisi yang sangat tinggi dan strategis karena orang dalam jabatan
ini berfungsi sebagai penghubung (liason
officer) atau semacam public
relation/investor relation antara perusahaan deng pihka luar perusahaan,
khususnya bagi perusahaan-perusahaan besar yang telah mendaftarkan sahamnya di
bursa.
BAB III
CONTOH KASUS
Dugaan Korupsi VLCC
Mantan
komisaris Pertamina yang saat ini menjabat Deputi Menteri Negara BUMN, Roes
Aryawijaya kembali diperiksa penyidik bagian Tindak Pidana Khusus kejaksaan
agung sebagai saksi dugaan korupsi dalam penjualan kapal tanker raksasa atau very large crude carrier (VLCC)
Pertamina.
Seusai
pemeriksaan, Roes yang ditanya wartawan soal keputusan penjualan dua kapal
tanker raksasa Pertamina tahun 2004 itu menjawab, “Penjualan tersebut
sebenarnya ususlan Direksi Pertamina. Oleh Komisaris dikaji dan dilihat. “kan
kalau tidak dijual perusahaannya bangkrut”, kata Roes. Keputusan menjual VLCC
itu melibatkan seluruh direksi dan komisaris Pertamina. Dalam siaran pers yang
dikeluarkan Pusat Penerbangan Hukum Kejaksaan Agung, disebutkan bahwa direksi
Pertamina bersama Komisaris Utama Pertamina, tanpa persetujuan Menteri Keuangan
pada 11 Juni 2004 telah melakukan divestasi dua tanker VLCC milik Pertamina
nomor Hull 1540 dan 1541 kepada Frontline dengan harga US$184 juta.
Hal
tersebut bertentangan dengan keputusan Menteri Keuangan Nomor 89 Tahun 1991
Pasal 12 ayat 1 karena persetujuan Menteri Keuangan baru terbit 7 Juli 2004.
Secara terpisah, Jaksa Agung Henarman Supandji menyatakan bahwa tersangka
kasusu dugaan korupsi penjualan VLCC itu ternyata banyak dari yang semula
disebutkan.
Sumber : Kompas, 3 Oktober 2007
KESIMPULAN
Good
governance dapat diartikan sebagai kepemerintahan
yang baik atau penyelenggaraan pemerintahaan yang bersih dan efektif, sesuai
dengan peraturan dan ketentuan yang berlaku. Pemerintahan mencakup ruang
lingkup yang luas, termasuk bidang politik, ekonomi dan sosial mulai dari
proses perumusan kebijakan dan pengmbilan keputusan hingga pelaksanaan dan
pengawasan. Political governance mengacu
pada proses pembuat kebijakan. Economic
governance mengacu pada proses pembuatan keputusan di bidang ekonomi guna
meningkatkan kesejahteraan, pemerataan, penurunan kemiskinan dan peningkatan
kualitas hidup. Administrative governance
berarti, bahwa penyelenggara setiap bidang dan tahapan pemerintahan harus
dilakukan dengan bersih, efisien, dan efektif.
Adapun prinsip Corporate governance yang
diterbitkan oleh OECD dalam hubungannya dengan tata kelola Badan Usaha Milik
Negara (BUMN), Menteri Negara BUMN juga mengeluarkan keputusan Nomor
Kep-117/M-MBU/2002 tentang Penerapan GCG (Tjager dkk., 2003). Ada lima prinsip
menurut keputusan ini, yaitu :
a) Kewajaran (fairness)
b) Tranparansi
c) Akuntabilitas
d) Pertanggungjawaban
e) Kemandirian
Indra Surya dan Ivan yustiavandana
(2007) mengatakan bahwa tujuan dan manfaat dari penerapan GCG adalah :
1. Memudahkan askes terhadap investasi domestic
maupun asing
2. Mendapatkan biaya modal (cost of capital) yang lebih murah
3. Memberikan keputusan yang lebih baik
dalam meningkatkan kinerja ekonomi perusahaan
4. Meningkatkan keyakinan dan
kepercayaan dari para pemangku kepentingan terhadap perusahaan
5. Melindungi direksi dan komisaris
dari tuntunan hukum.
Banyak sudah terjadi kejahatan ekonomi dan kecurangan bisnis
yang dilakukan oleh banyak korporasi atau pelaku bisnis dan ekonomi yang telah
merugikan warga negara, masyarakat bahkan merugikan Negara, setidaknya dalam
segi finansial (pajak) dan kepercayaan public terhadap peranan Negara (pemerintah)
dalam mengawasi dinamika ekonomi, khususnya proses produksi, eksplorasi, dan
eksploitasi sumber-sumber kekayaan alam dan pelestarian lingkungan hidup. Fenomena
ini terjadi karena banyak korporasi, terutama para pimpinanya tidak memiliki
komitmen yang kuat untuk memberantas kejahatan bisnis. Penyelewengan,
penyalahgunaan otoritas, korupsi, dan kolusi juga sulit diatasi. Penipuan sistematis
terhadap masyarakat yang dilakukan beberapa pebisnis juga sering terjadi.
SARAN
Untuk mengatasi kejahatan bisnis/ ekonomi yang terjadi
seiring dengan perkembangan ilmu dan teknologi yang telah melahirkan revolusi industry
perdagangan, perbankan dan khusunya korporasi, dalam skala global, sebaiknya
semua Negara memperkuat komitmen politiknya untuk lebih memartabatkan kegiatan
ekonomi dan bisnis. Dengan begitu, kemakmuran dan kesejahteraan dapat terwujud.
Selain itu perlu juga diperkuat komitmen moralnya untuk tetap konsisten
menjalankan sebuah misi penting, yaitu mewujudkan keadilan, kebenaran,
kejujuran, penegak hokum, penegak etika dan peningkatan ras kompetensi secara
fair rasional dan berkemanusiaan.
DAFTAR PUSTAKA
Buku :
1. Agoes, sukrisno & Ardana, I Cenik. 2009. Etika
Bisnis dan Profesi : Tantangan Membangun Manusia Seutuhnya. Jakarta: Salemba
Empat.
2. Arijanto, Agus. 2011. Etika Bisnis
dan Profesi. Bahan ajar tidak diterbitkan. Malang: Jurusan Manajemen Fakultas
Ekonomi Universitas Negeri Malang.
3. Pieris, John & Wiryawan, N J.
2007. Etika Bisnis dan Good Corporatr Governance. Jakarta: Pelangi Cendekia.